05 November 2008

MENDEM JERO

Pernah kah Anda berada dalam situasi, ketika seseorang mengatakan sesuatu yang membuat Anda marah atau sangat terganggu? Tetapi Anda berpikir, bahwa meladeni orang tersebut tidaklah perlu, dan Anda diam saja sambil menarik nafas panjang saja serta secara tidak sadar juga menggeretakkan gigi Anda. Itu namanya Anda sedang MEMENDAM PERASAAN. Yaa, Anda berusaha memendam perasaan Anda sebenarnya, meskipun itu membuat dada, ulu hati dan lambung Anda terasa sesak...mau pecah saja layaknya...hehehe...
Kebanyakan orang menganggap sikap Anda itu merupakan cara terbaik untuk menghindari terjadinya konflik...agar semuanya baik-baik saja, menjaga situasi aman terkendali... hahaha, kok seperti mau lebaran aja ya. Menurut Anda, apakah menyimpan rasa marah, dongkol itu bisa menyelesaikan masalah Anda, konflik Anda? Tentu saja TIDAK. Mungkin itu hanya terkesan penyelesaian SEMU saja, karena tidak terjadi konflik pada saat itu.
Nah, apa yang akan terjadi pada Anda, jika suatu saat situasi semacam ini terus berkembang? Saya yakin, bahwa suatu saat perasaan sebenarnya akan mencuat keluar, jika Anda tidak merespons dan tetap terus memendam perasaan itu di dalam pikiran dan hati Anda. Dan, akibatnya bisa diduga, perasaan-perasaan itu akan muncul dalam kehidupan Anda berupa ketegangan, kekhawatiran, stres, sakit perut, pusing, sulit tidur, diare, nyeri punggung, sering kencing, makan berlebihan atau sebaliknya malas makan, bahkan bisa sampai menyebabkan depresi kejiwaan...atau hanya sekedar muncul bisulan atau jerawatan...hwekekekek... Yang jelas, jika Anda tetap memendam perasaan berkecamuk di dalam diri Anda sendiri, maka pasti akan muncul aneka gangguan fisik pada diri Anda.
Sebenarnya, Anda bisa saja menghentikan kebiasaan memendam perasaan semacam itu. Caranya adalah Anda harus berusaha merespons perasaan Anda itu. Maksudnya, Anda harus mau mengekspresikan apa yang Anda rasakan, kapan pun situasi itu terjadi. Ini tidak berarti bahwa Anda harus mengungkapkan dengan cara yang agresif dan terang-terangan; melainkan Anda bisa menyampaikannya dengan kata-kata langsung dan jelas dengan bijak, sehingga apa yang sebenarnya Anda rasakan bisa terungkap.
Sangat penting bagi Anda untuk bisa mengungkapkan semua perasaan yang telah Anda pendam. Mungkin ini bagi sebagian orang masih merupakan hal yang dianggap TABU dan terkesan konfrontatif. Inilah kehidupan saat ini. Anda akan mengetahui betapa sebenarnya mudah saja dalam menjalani kehidupan, jika Anda sanggup mengungkapkan perasaan-perasaan Anda. Anda jelas menjadi lebih sehat dan semangat karena Anda berhasil merespons perasaan Anda sendiri dengan sangat jujur...dan tidak tetap memendamnya.


Berkaitan dengan itu, maka semestinya Anda memberikan isyarat yang jelas dan langsung agar orang lain mengetahui bagaimana Anda ingin diperlakukan. Anda harus menentukan batasan-batasan yang jelas dalam hidup Anda, sehingga Anda memiliki pertahanan diri untuk mencegah orang lain mencampuri kehidupan pribadi Anda. Jika Anda tidak membuat batasan-batasan, maka nantinya Anda akan bingung sendiri bagaimana mengatur waktu dan berbagai aspek kehidupan Anda lainnya...termasuk Anda akan sulit mengatur keuangan Anda.
Anda perlu menyadari bahwa identitas diri Anda dibangun berdasarkan pilihan-pilihan Anda sendiri dengan menetapkan batasan-batasan Anda dengan lingkungan di luar Anda. Batasan yang telah Anda tentukan ini adalah titik wilayah orang lain berakhir dan wilayah kekuasaan Anda dimulai. Jadi batasan-batasan ini merupakan garis wilayah pribadi yang memisahkan diri kita dengan orang lain.
Jika orang tidak memiliki garis batas wilayah pribadinya, maka orang ini akan tidak bisa mengatakan TIDAK dalam segala hal. Akibatnya, orang lain akan bisa memanfaatkan dia selama 24 sehari dalam kondisi apa pun! Mungkin saja batin orang semacam ini menderita, tetapi mereka ini tetap tidak bisa berkata TIDAK, jika diminta untuk melakukan sesuatu.
Mereka yang tidak menentukan batasan wilayah pribadinya ini sering merasa benci kepada dirinya sendiri, karena menerima permintaaan orang lain, padahal mereka tidak memiliki waktu lagi. Mereka ini juga sering merasa bersalah, dan malu karena bersedia melakukan sesuatu yang sesungguhnya tidak bisa mereka tangani.
Oleh sebab itu, hal pertama yang harus Anda lakukan jika ingin menentukan batasan wilayah pribadi Anda adalah dengan menghentikan kebiasaan menerima terlalu banyak tanggung jawab untuk menyelesaikan tugas-tugas, kewajiban, dan kebutuhan orang lain...karena memang setiap orang selalu mempunyai kebutuhan!
Jika ada orang meminta Anda untuk melakukan sesuatu, periksalah lebih dulu tingkat kesediaan Anda. Kalau Anda merasa tidak nyaman dan enggan melakukannya, maka katakan saja, "Terima kasih atas kepercayaannya, tetapi mohon maaf saya tidak bisa mendukungnya, saya sedang ada hal lainnya yang harus saya lakukan segera." Saya pikir dengan cara ini, orang lain akan memahami kebutuhan Anda, dan ini sebuah cara yang sopan menolak dengan halus, daripada Anda hanya berkata, "Tidak!" Setelah berkata menolak dengan sopan tadi, diamlah dengan tetap tersenyum. Jangan memberikan penjelasan lainnya. Kemudian lihatlah, orang yang minta bantuan Anda akan terlihat memaklumi keadaan Anda, dan bisa menerima keputusan Anda dengan baik.
Begitu pula sebaliknya. Kita juga harus mau dan sanggup mengatakan YA, pada situasi yang memungkinkan kita memberi kesempatan kepada orang lain untuk membantu kita. Coba amati sekitar Anda. Anda akan melihat contohnya, yaitu ada sebagian orang yang selalu bersedia membantu orang lain bahkan orang yang tidak dikenal sekalipun.
Tetapi giliran mereka membutuhkan pertolongan, eeh... mereka lebih memilih diam saja dengan beban pikiran penderitaannya, alias lebih suka menderita sendirian daripada meminta orang lain agar membantunya. Jika ditanya, "Adakah masalah?" Selalu dijawab, "Ah nggak kok, kami baik-baik saja." Padahal saat itu kondisinya sudah kritis sekali. Saya juga tidak tahu alasannya tidak minta bantuan orang lain. Apakah itu alasan gengsi, takut ditolak, atau khawatir menyusahkan orang lainnya?
Apa pun alasannya, maka mereka ini termasuk orang yang tidak bisa berkata YA. Jika Anda berada dalam posisi yang sebenarnya harus dibantu orang lain, tetapi karena alasan tertentu Anda tidak mau meminta pertolongan. Dan Anda lebih senang menangani permasalahan Anda dengan mengerjakannya sendiri saja; serta tidak mengizinkan orang lain membantu Anda, maka itu sebenarnya Anda telah MERAMPAS kesempatan dan kepuasan orang lain untuk terlibat dalam kegiatan membantu Anda.
Penting juga untuk Anda mengerti di sini, bahwa sesungguhnya ada banyak sekali kepuasan batin dalam hal memberi dan melayani kebutuhan orang lain yang benar-benar membutuhkan dukungan serta bantuan kita.

INTER STREZZOO

Tipe Kepribadian yang Rawan Stress

Ada empat tipe kepribadian yang rawan stress.
Pertama, orang yang sangat hati-hati. Orang jenis ini perfeksionis, kaku, dan kurang memiliki toleransi terhadap perbedaan. Sehingga, sedikit perbedaan atau sedikit kurang saja dari standarnya bisa menimbulkan kecemasan baginya. Kecermatannya berlebihan dan bisa berkembang menjadi obsesif kompulsif, yaitu kekakuan dan keterpakuan pada suatu aktivitas tertentu saja.

Kedua, orang yang pencemas. Orang jenis ini sering merasa tidak aman, cenderung kurang tenang, dan sering meresahkan segala sesuatu. Inilah yang membuatnya jadi cepat panik dalam menghadapi suatu masalah.

Ketiga, orang yang kurang percaya diri. Orang jenis ini merasa diri tidak mampu sehingga kurang usaha untuk mengoptimalkan diri dalam mengatasi masalah-masalah vang dihadapinya. Ia selalu berusaha lari dari masalah atau berusaha mencari pelarian. Akibatnya, masalah tidak pernah selesai. Selama masalah tidak selesai, seseorang akan selalu dihinggapi stress.

Keempat, orang yang temperamental. Orang jenis ini emosinva cepat terpancing. Masalah kecil bisa berakibat besar karena kecenderungannya yang mudah meledak-ledak. Akibatnya, banyak orang yang tertekan dan akhirnya bereaksi. Kondisi ini tentu saja membuat emosinya semakin tegang dan meninggi.

Selain itu ada beberapa pola reaksi yang perlu diwaspadai, yang merupakan pintu masuknya stress yang negatif (distress). Siapapun kita pasti pernah atau akan bertemu dengan pola-pola reaksi ini: kejengkelan, marah dan agresi, kegelisahan, depresi, suasana hati yang cepat berubah, dan menarik diri.

Kecerdasan Emosional dan Spiritual
Tentu saja stres yang negatif tidak akan mengidap orang-orang yang punya kecerdasan emosional dan spiritual yang baik. Sebab, orang yang cerdas secara emosional punya kemampuan untuk mengendalikan diri, semangat dan ketekunan. Ia juga mampu memotivasi diri sendiri dan bisa bertahan menghadapi frustasi. Sanggup mengendalikan dorongan hati dan emosi. Ia tidak melebih-lebihkan kesenangan, mampu mengatur suasana hati (mood), dan menjaga agar beban stress tidak melumpuhkan kemampuan berpikir serta membaca perasaan terdalam orag lain (empati), bahkan mampu memelihara hubungan dengan sebaik-baiknya. Dengan begitu, ia punya kemampuan untuk menyelesaikan konflik. Dan yang paling penting lagi, mampu untuk berharap dan berdoa.


Sedangkan kecerdasan spiritual adalah kecerdasan untuk menghadapi persoalan makna atau value. Kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup kita dalam konteks makna yang lebih tinggi, luas, dan kaya (nilai-nilai spiritual yang bersumberkan pada Ilahiah). Kecerdasan untuk menilai bahwa suatu tindakan atau suatu jalan hidup lebih bermakna dibandingkan dengan yang lain.